Selasa, 29 September 2009

Pergiiiii....!!!!

Wahai penyubur dosa

Aku tak sanggup bersamamu!

Sholat tak lagi tuma'ninah

Jengkang-jengking bikin lelah

Ruhiyah memaki-maki

tak ingin di poligami

Al-Qur'an nomor dua

Internet sang jawara

Wahai penyubur dosa

Jangan ikuti aku!

Ilmu agama jadi terlupa

Sibuk berelelah dengan dunia

Gadhul Bashar tak pernah ada

Bikin mata sakit jiwa

Wahai penyubur dosa

Jangan kembali!

Aku cinta

Aku hina jadinya

Aku kalah

Hafalan jadi gak nambah

Liqo gak bergairah

Isinya cuma mbantah

Ah... pergi!!!!!

Jangan kemari!!!!

Aku takut akhirat nanti.....

Pergi....

Jangan kembali.......

26 Sept '09 – Allah..lepaskan aku darinya, gantikan dengan yang lebih baik lagi..- Amiiiin

HOLIDAY IS FAMILY....

Met hari raya...!!!! Minal Aidin Walfaidzin sodara-sodara!! Maaf lahir batin ya.....!!!!

Ah...hari raya kali ini saya hepi sehepi-hepinya! Gimana nggak, jarang-jarang semua keluarga bisa kumpul, nah...kali ini semua kangmas2 saya ke jogja and...taraaaa, rumah jadi super duper berantakan saking ramenya orang.
Saya 6 bersaudara, anak pertama cewek n tinggal di jogja anak ke 2, 3, 4, 5 cowok semua, n terakhir adalah saya! Semuanya sudah berkeluarga kecuali kakak saya (yang anak ke-5) dan of course saya. Mereka tersebar di jawa dan sumatera, ada yang di tangerang, bengkulu, padang. Makanya moment2 bersama sangat worthy! Tapi sayangnya salah satu kakak saya malah ada yg pergi duluan ke semarang soale mertuanya ngajak maen kemana gitu, rada kecewa sih, jarang-jarang ni bisa ngumpul semua, ealah..kok malah pergi, tapi ya mo gmana lagi.
Oya, total ponakanku ada 5.
Yang paling gede sekarang kelas 4 es-de, namanya isal, panggilan sayangnya ican. Ican lagi hobi bgt main pro evolution soccer 6 di komputer. Ma maen mercon.
Adiknya isal namanya zahra, suka kita panggil ja-a.
Masih TK kecil, baru aja di wisuda dari play groupnya. Hobinya berantem sama kakaknya , haha. Sama ngupil. Gyahha.. Hobi warasnya gambar di komputer. Tetep sambil berantem sama si kakak, rebutan.


Nah, ponakan lain namanya talitha, seringnya kita panggil tata. Tata TK Besar sekarang, kalo tata tinggal di Padang. Adik ku yang satu ini cantik, banyak orang bilang kayak bule gara-gara rambutnya pirang kemerah-merahan, bener deh, ngartis bgt deh wajahnya. Padahal wajah bapak ibune gak ada ngartis-ngartisnya! Pol mentok, pas-pasan, truly Java.. Hahaha...lha anake kok malah kyak bule. Adiknya talitha namanya Abel, umrnya 3 tahun. kayaknya ni anak calon aktivis masa depan, lha ya ampun... ga bisa diem! Tobat deh waktu kemarin ke amplaz. Nyerempet (baca: njatuhin) dagangan yang di kanan kirinya. Kalo kata orang Padang, lasak namanya. Abel lagi hobi banget melanggar peraturan. Haha. Dia lagi hobi banget ngomong yg ga sopan,,, misale,...'bodoh' (kalo di Jawa mungkin setara dengan 'pekok'),, ato 'kantuik' (dalam bahasa padang, artinya kentut, tapi kalau di Jawa mungkin setara dengan....duh, opo yo? yah pokonya ga sopanlah).



Nah, ponakan terakhir namanya Ruufa, panggilan sayangnya Uuufaaa....(sambil senyum ^^). Ufa belum genap setaun. Masih di tetah (di pegangin) jalannya, dan lagi sering banget ngoceh macem-macem, lagi belajar ngomong soalnya. Hobinya si Ufa itu nari kalo lagi ada musik, apa lagi yang jedag, jedug, jedag, jedug, kayak musik dugem gitu dia tambah horor geraknya (masya Allah adek qu..). Gawat nih, babenya wajah kyai, anaknya hobinya nari, haha. Tapi namanya juga anak kecil wajarlah suka sama musik, pa lagi yang ekstrim gitu, biar mancing sensitivitas indera pendengarannya n kemampuan motoriknya.


Yak!! Itu dia ke lima sekawan di keluarga ku. Kalo dipikir-pikir ponakan-ponakan ku pada cantik2 n ganteng2 semua ni. Sungguh perbaikan keturunan yang sukses besar!!! Hahaha. Kakakku ada satu yang belum dikasih keturunan sama Allah. Moga-moga segera dapat, doain ya!

Fog track of Ramadhan

Ramadhan reached its last day on the 20 September. Ended in sholat Ied together and ever more, eminent beverage, KETUPAT. Why then I gave the tittle with 'fog track'? As fire, ended in fog, so it is with Ramadhan. Some of us, will remain the warm of that fire, despite it flamed out. Other part will just see the fog, n forget the warm feeling. I my self feel, this is not the best Ramadhan that I've ever faced. Same problem happened, meaning that last Ramadhan wasn't really success to build better akhlaq for me. Now, I'm gonna stop my being sentimental about last Ramadhan. Remorse always come in the end, huh. But the good news is that I can kick out so many insignificance agenda from my schedule, i had more time to ibadah, I wish I did it.

Seeing how ravenous people in their shopping n holiday after celebrating Ied, show to me that Ramadhan is not that hip anymore. What I mean? Hmm, if you come to malioboro street in a few days after idul fitri, you'll see how jogja changed into Jakarta. The traffic jam!!!! Oh my god. If you fleshed out yor eye-shot, you couldn't see any space to breath. Hahh...carbon monoxide mushroom, the polution....grrrhhhh... But I won't tell about how polution make ramadhan is useless. The point is that everyone champed at the bit, no one can be patient! Oh yes, there were, but how much?? not that big-believe me. All vehicles raced with the other, overtaking were really suggested. Slow track wouldn't bring you to your destination. Haha. Even in the traffic jam they tried to overtake other...Shame! Where's our forbearance that learned during Ramadhan? Or may be, Ramadhan doesn't mean anything for us so that after it, no better condition happen. We learned nothing in Ramadhan. Hmmh. Only God knows it. That's why Ramadhan is useless, if no reparation happen in our behaviour then.

The anarchys didn't only happen in the street. Inside malioboro, in the mall, and mainly in Beringharjo market. The peak confusion were there, i thought. I said because I were there. I jammed in the mob in front of its access door. God! No space, can't move, can't breath. No one want to give away. Then irk thing happened..unfortunately, there were 'bapak-bapak pake peci' scream behind me.....'udah dorong aja..itu gak gerak-gerak yang di depan!'.

Directly I become irksome n snapped him back by saying like this: 'Pak, liat dong nih di depan ada anak kecil...jangan main dorong, kasihan!' (with high volume). Then he kept silent. While 'aksi sikut menyikut untuk keluar n masuk' still there. One door for two direction (enter vs exit). That's why the cheos took place there.

(to be continued)

26 September, 22.00 pm. When smthing sprag my head so that I can close my eyes n dreamt. Hoahmmm...

PPMi Rabingah Prawoto

Yayaaya....saya sangat disibukkan oleh sesuatu yang menjadi judul postingan kali ini. Hmmm, bikin saya lupa sama blog tercinta ini...Tapi, apa sih sebenernya PPMi Rabingah Prawoto? Let's see..

Menjadi seorang santri adalah salah satu impian di masa kecil saya. Dan Alhamdulillah Allah menunjukkan jalan-Nya. Meskipun ada kekurangan di sana-sini tapi saya belajar mencintai-nya (baca: pondok yg saya tempati). Dan yak..! Saya sukses, terbukti malam ini saya kangen berat pengen ke pondok, hiks.

Adalah sebuah pondok di kota Jogja, approximately 100 m dari monumen tugu, 100 m lagi sampe ke malioboro, percisely di daerah yang namanya gowongan kidul. Letaknya yang strategis (di tengah kota, deket stasiun tugu, ga jauh dr halte transjogja, ga jauh dari UGM, UNY, UAD, UII concat, dll) bikin pondok ini punya santri yang berasal dari bermacam-macam univ di jogja. Kayak apa sih pondoknya?

Well, pemandangan awal anda akan disuguhi dengan pemandangan gak hommy. Pager dari seng yang tertutup tinggi, corat-coret nama geng di tembok gerbang.. and papan nama pondok yang ga terlalu “nampang” di pinggir jalan... bikin kamu punya kesempatan untuk tersasar saat pertama kali mengunjunginya. Hmm.. tapi yah, kayak yg banyak org bilang...don't judge the book by its cover, maka akhirnya saya beranikan diri (halah) untuk membuka pintu seng depannya yang berbunyi 'nggiiikkk' tiap kali di buka....Dan....

SUBHANALLAH....indah sekali....

Anda akan di suguhi dengan halaman luas dengan pepohonan rimbun, tanaman yang dipangkas bulat, apik di pinggir2 temboknya...dan bangunan pondok yang megah berlantai tiga bergaya Jawa (pake atap kaya rumah joglo gtu..). Hmm..mari kita masuk sama-sama. Ada jalan setapak yang di pasangi tegel-tegel (baca: keramik) ke pintu masuknya, dan disamping kanan-kirinya ada tumbuhan tetehan yang tingginya sebadan kita dan terpangkas dengan apik. Memijakkan kaki pertama di ubinnya tak terasa ada debu..(gyahahaha....lebai, yaiyalah...aku kan pake kaoskaki, mana kerasa..!). Yah, agak kotor. Ternyata... usut punya usut karena waktu itu belum ada jadwal piket jadi pondoknya gak kinclong2 amat. Hmmhh.. yah itu sekilas tentang pondok pesantren mahasiswi yang aku tempati sekarang. Pondok ini di bina oleh Ummi Mimi Rahmasari, kalo kamu sering ikut KRPH (Kajian Rutin Pagi Hari) di masjid Mardliyyah UGM (samping RS Sardjito) kamu pasti tahu, atau kalau kamu mahasiswa UIN ato UMY (terutama yg ikut di ma'had ali bin abi thalib) pasti tahu beliau, soalnya ngajar di sana. Beliau orangnya low profile bgt n sederhana (menurut pengamatanku sejauh ini sih dan InsyaAllah memang begitu). Beliau lulusan Al-Azhar, pasti banyak banget ilmunya, makanya saya bilang orangnya low profile, soalnya gampang cair sama santrinya yang edan-edan ini.. Yah, itu sekelumit cerita tentang pondok. Insya Allah saya posting lagi cerita tentang kehidupan di pondok, ahhhh... gak sabar banget deh jadinya!! 1 Oktober..... I'm coming!!!!!!

Jumat, 24 Juli 2009

HOW OFTEN YOU INDOCTRINATE YOUR FRIEND???

Adalah sebuah pertanyaan yang sering saya pikirkan. Apakah pertemanan yang selama ini kita lakukan too much interfere teman kita? Apakah sebenarnya mereka nyaman dengan masukan yang kita berikan? Atau mereka hanya 'menyamankan diri' dengan segala comment yg kita ucapkan? Karena kita teman, karena status pertemanan. Masalah ini tidak gawat seandainya si teman akan think twice dengan yang kita katakan, atau kita simpulkan. Benarkah aku begitu, dsb,. Tapi masalah akan muncul saat teman kita begitu mempercayai kita, dan menjadikan perkataan kita sebagai tolak ukur perbuatannya. Dan ini berarti kita adalah salah seorang yang seharusnya bertanggungjawab terhadap kepribadian teman kita. Kita yang membentuknya, terkadang, tanpa kita sadari.

Mengapa ya manusia senang mendoktrin, ehm rasanya diksi mendoktrin terlalu ekstrim, ok, mungkin akan lebih soft kalau kita ganti jadi men-judge seseorang.

Sejak masa kanak-kanak lho! Misalnya: “Ah...dedek nih nakal banget toh, kan udah mama bilang..blablabla...”, atau “tuh kan..apa juga kakak bilang, makanya hati-hati, teledor banget sih...” dan beragam ucapan yang secara psikologis sangat tidak meningkatkan daya kreatifitas. Terlalu sering kata 'pokoknya', 'jangan', 'kok gitu..','makanya', dan kata-kata lainnya digunakan oleh orang yang lebih tua sebagai bentuk pengejawantahan kekuasaan mereka akan diri kita, the weaker actor. Sayangnya hanya segelintir orang yang menyadarinya dan mematikan perasaan anak-anak mereka dengan kata2 'indah' itu.

Saya melihat bahwa budaya men-judge seseorang ini teramat kuatnya tertanam dalam diri kita. Alhasil, budaya ini terbawa bahkan hingga kita sudah berteman, dan sadisnya; kita melakukan dosa yang sama terhadap teman kita.Ugh.

Menurut saya....generally, ajang hujat-hujatan ini terbagi menjadi dua. Direct judgement, dan indirect judgment. Direct judgement sering kita temui saat saling bincang, saat curhat, de el el. Take one example, saat curhat kadang kita sering memaksakan value kita pada teman kita, lebih buruknya lagi men-judge mereka sedemikianrupa. Ah... curhat yang seharusnya menjadi ajang pengurangan stress justru sebaliknya membuat teman kita menemukan insight yang salah. Curhat bagi saya seharusnya netral, tak ada personal interfere dalam ranah itu. Maksudnya, kita tidak bisa merasa objektif dengan penilaian kita. Kita tidak bisa serta merta berempati hanya dengan membayangkan bagaimana bila kita berada di posisi yang sama dengan teman kita. Tidak bisa. Kita pribadi yang beda. Karena begitu banyak value yang tertanam sejak lahir yang mungkin berbeda satu sama lain. Ok, sometime bisa sih, tapi hanya saat-saat tertentu saja, saat dimana kita 'kebetulan' memiliki paradigma yang sama dengan teman kita. Haha, saya jadi ingin tersenyum sendiri saat saya berusaha menanggapi curhatan teman saya dengan berbagai komentar, sok-sok ngasi solusi. Padahal solusi itu sendiri sangat subjektif. Ah, tapi jangan salahkan diri kita yang sudah mau bersusah payah memikirkan yang terbaik bagi teman kita, hanya saja kadang kita tak perlu memberi begitu banyak komentar, terlebih men-judge mereka begini atau begitu. Mendengar adalah cara terbaik untuk mengurangi subjektivitas penilaian kita saat curhat. Ini adalah langkah awal untuk mencoba menerima permasalahan teman kita dengan melihat keseluruhan pribadi teman kita, kelebihan dan kekurangannya. Pun saat memberikan beberapa solusi, maka haram hukumnya jika kita memberikan alternatif berdasarkan parameter diri kita. Parameter seharusnya ada pada teman kita, klien kita, karena masalah terjadi pada dirinya, tidak pada kita. Kita seharusnya menanggapi sesuatu berdasarkan background yg tepat atas diri teman kita. Okay, masalah direct judgement ini tidak terlalu parah, karena tindakannya nyata dan langsung face by face dengan teman kita. Masih bisa disadari dengan cepat-setidaknya.

Yang sedikit mengkhawatirkan adalah saat kita men-judge teman kita dengan perantara atau yang bisa kita sebut indirect judgment. Hujatan paling kasat mata adalah saat kita bercerita mengenai sosok teman kita yang lainnya. Misalnya : “Iya, si X itu pengertian banget, dan aku cepet klop kalo ngomongin hal2 gini ke dia...”. Atau.....”kalau di kos nya seru lho....”. Well, do u feel somthing hurt? Feeling lil bit sad? Kalau iya berarti anda sudah paham, judgement apa yang saya maksud di sini. Kalau belum, well.. let me explain. Kalau saya berada pada posisi yang diajak ngobrol, maka saya akan berpikir, lalu...apakah saya cukup pengertian juga, atau cukup nyambung juga untuk diajak ngobrol? Hmm. Do u get it? Perasaan itu lho, yang saya maksud. Memang teman kita tidak serta merta mengatakan bahwa kita lebih tidak pengertian dibanding si X, atau kita tidak nyambung , dsb. Tidak, no one stated like that. Akan tetapi kata-kata itu terkadang bisa membuat orang yang mendengar kurang nyaman dan jadi ingin tahu bagaimana halnya dengan dirinya.

Dan kesalahannya adalah kalau intensitas kita menceritakan orang lain pada teman kita, tanpa diiringi dengan penceritaan tentang teman kita juga, akan sangat membuat pertemanan menjadi tidak 'klik'. Ada hambatan 'jenis pertemanan sukses lain' yang justru akhirnya menghantui pertemanan kita dengan teman kita itu sendiri. That's why, kita seharusnya berusaha untuk tidak terlalu subjektif saat berinteraksi dengan teman kita, kita harus buka daun telinga lebar-lebar, pakai hati nurani, pakai six sense kita, intuisi kita, apakah sesuatu yang sudah kita ucapkan, kita lakukan pada teman kita menghambat kreatifitasnya (hah? Maksud loe?). Ya, jadi apa itu menyakiti perasaannya atau nggak gitu maksudnya, membuat dia bingung bersikap atau menempatkan dirinya saat bersama kita atau tidak, dan apakah kita sudah cukup wise saat berkomunikasi dengan teman kita. Punya teman saja sudah untung, sudah selayaknya kita perlakukan sahabat atau teman kita dengan sebaik-baiknya. Kufur nikmat deh kalau kita mengobral pertemanan kita hanya demi sesuatu yang bernama nafsu berkomentar.

Just shallow thought

-at 25/07/09, 01.19 am, ga bisa tidur-

Rabu, 08 Juli 2009

golongan darah dan kepribadianmu????











Adakah hubungan antara golongan darah dengan kepribadianmu? Sejauh yang saya tahu golongan tidak berpengaruh pada kepribadian, tapi mungkin bisa berpengaruh buat temperamen kita. Penelitian ini dilakukan oleh Kimata Hara taun 1916, tapi ya itu tadi-hanya buat temperamen kita. Lalu apa bedanya temperamen dan kepribadian? Simply bisa dibilang temeperamen adalah unsur bawaan manusia, sifat dasar/ bisa disebut nature. Sedangkan kepribadian merupakan perpaduan dari nature dan nurture (lingkungan), jadi temperamen adalah part of personality, bukan kepribadian. Jadi jangan cepat2 menjudge kepribadian seseorang melalui golda (baca: golongan darah). Paradigma hubungan antara kepribadian dengan golongan darah sangat merebak di Jepang, ya karena penelitian itu tadi, bahkan sampai digunakan saat placement kerja atau seleksi militer juga, karena over generelize antara temperamen dg kepribadian tadi.Hanya untuk sekedar info tambahan ada di sini bisa langsung di baca...

Tapi, buat seneng2 aja nih, saya nemu komik lucu tentang temperamen dan golongan darah, haha, buat ketawa2 ga papalah...Walaupun habis saya baca komik ini, ternyata golongan darah saya n temperamen yang digambarkan di komik ini kurang sesuai sih...so, just take it easy ya,...
You're not what your blood type is.






Kamis, 02 Juli 2009

Terimakasih untukmu

Merendahlah, engkau kan seperti bintang-gemintang

Berkilau di pandang orang

Diatas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi

Janganlah seperti asap

Yang mengangkat diri tinggi di langit

Padahal dirinya rendah-hina (KH. Rahmat Abdullah)


Pagi itu, kulihat kau duduk dengan memegang Qur'an bertasbihmu, menunggu kami. Dan lagi, engkau sendiri. Sudah 2 jam kau menunggu kami.

“Maaf teh, tadi habis ngumpulin laporan praktikum... banyak yang salah, jadi telat datang kesini...”aku berkata dengan perasaan bersalah yang sangat.

Lalu dengan senyuman yang tulus dan tanpa ada rasa amarah kau pun menjawab, “Gak apa-apa dik...udah selesai tapi laporannya?”

Alih-alih menasihati keterlambatanku, kau justru menanyakan laporan praktikumQ.

Sungguh, adalah nikmat yang besar saat aku bertemu dengan mu, dan mengenalmu.


Kita memang tak banyak bertemu, tak banyak bercakap, aku tahu, kau sangat sibuk, mengurusi hal-hal yang lebih penting di luar sana. Tapi percayakah kau, aku menjadikanmu salah satu teladan diri. Buku-buku yang pernah kau bawa saat forum kecil itu, selalu kuingat dan kutulis judulnya, berharap suatu saat aku bisa membelinya. Membaca apa yang pernah kau baca, merasakan sesuatu yang pernah kaurasakan. Ingin sekali aku menjadi sepertimu. Menginspirasi banyak orang. Subhanallah... sebegitunya aku tersihir denganmu...yang berusaha meniru Rasulullah. Pantas Rasulullah begitu dicintai...


Terbesit rasa kecewa saat aku tak bisa mengikuti langkahmu, tapi tak apa. Aku menyadari bahwa untuk menjadi sepertimu tak harus begitu. Ada takdir yang lebih indah menantiku, begitu hiburmu pada ku. Dan semangat itu bertambah. Terimakasih teh...


Dan kini, memori-memori tentang mu berkelibat. Saat kau berkata akan pergi, mengejar impian mu, memenuhi tugasmu yang lain, aku sedih. Senang sekaligus. “Teteh titip ya Husni..”. Dan kau tak tahu betapa beratnya kata-kata itu. Ingin aku menangis dan berteriak di hadapanmu, aku belum ingin ditinggal. Aku masih butuh pikiran-pikiran jernihmu teh...Tapi tak bisa. Aku paham, hari ini akan datang, Dan aku tidak sendiri.


Rabbanaa aatinaa milladunka rahmatan wahayyiklanaa min amrinaa rosyadaa...”

Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami....(Al-Kahfi: 10)



Minggu, 28 Juni 2009

FACEBOOK DAN CHATTING...

Chatting...

Ehm...sejak jaman MIRC jadi cerita, and Y!M jadi berita (halah..bahasane), saya nggak pernah tertarik sama chatting. Kenapa ya... tapi gak tertarik aja. MIRC bagi saya sama sekali gak ada sisi menariknya, ngomong ngalur ngidul sama orang gak jelas, buang-buang waktu, belum lagi kalau sapaan pertama saat chatting “wanna ML?”, euh...giLOooooo! (plus hasrat pengen nendang tuh orang, dasar! Gak beriman....)

Kalau Y!M masih rada mending, kadang saya masih mau YM-an sama sodara2 yang diluar Jogja ato di luar negeri, ato sama temen2 deket yang udah tahu karakteristik bahasa saya. Saya mau YM-an. Tapi kalo sama temen kenal biasa2 aja, biasanya saya pasang status idle ato off sekalian. Ini bukan antipati atau apa sih, cuma selera aja. Dan kenapa selera saya begitu? Soalnya saya orang Padang, halah gak nyambung. (lagian sejak kapan saya jadi orang Padang? Ngaku-ngaku..). Soalnya saya prefer ke blog, email, milis atau yah..pokoknya yang bisa nulis panjang lebar gitu deh. First thing guys, dengan nulis panjang saya bisa lebih leluasa untuk diskusi, deliver ide2 saya, jelasin sampe ke titik2 tak terlihat, jadi saya bisa tuntas njelasin sesuatu.. dan bikin saya menjelaskan sesuatu dengan lebih structurize. Nah ini, yang nggak diakomodasi sama situs2 buat chatting tadi. Second, bisa ada proofreading (koreksi) yang jelas. Beda kalo di chatting. Semisal kita salah bicara, salah kasih argument, salah ucap, n stuffs, ngeralat nya gak bisa sebebas email atau blog2an. Bisa ada dua pilihan, langsung ngirim essay panjang lebar ke temen kita itu meskipun di nggak OL, ato nunggu dia OL biar lebih efisien jelasin kesalahan kita. Third, kita bisa ngasi comment dengan lebih ready, spontanitas kadang bisa bikin kita salah ucap ato kebawa emosi. While kalau nulis email ato ngeblog kan bisa pikir-pikir panjaaaangg.. ^-^. Tapi guys... ni just personal judgemnent sih, saya emang dari dulu punya tendensi negatif (??) dengan segala sesuatu hal yang berbau spontanitas. Misalnya hal sepele kayak ngangkat telpon. Deuhhh.... saya mungkin orang yang paling malas ngangkat telpon (haha, maafkan aku para penelpon setiakuhh.. xD). Saya nggak suka aja gitu kalau di telpon-apalagi kalu di misKol2 sama nomor yang nggak ada di contact, hmmh..mpe jengkol jadi jagung bakar juga nggak bakal saya angkat tuh! (eh, sejak kapan jengkol bisa jadi jagung bakar???). Biasanya saya ngangkat telpon dari abi, ummi (weits..nyebutnya abi ummi, bisane simbok karo bapak...haha), atau temen2 saya, atau dosen saya (dosen bisa nelpon juga toh?), atau dalam exception case yang memang harus diangkat telponnya. Saya masih mau ngangkat telpon. Saya prefer smsan, bisa mikir dulu, bisa disambi kerja lainnya, etc.


Face Book...

Hmm, for thousand times orang tanya, “Hus, Fb mu apa sih??”. Dan saya dengan setia menjawab, “sorry men...nggak jamannya pake Fb” (meskipun saya juga nggak tahu sekarang pentesnya jaman apa..haha). Asumsi ketidaksukaan saya ada banyak. Pertama, mungkin karena saya sudah bosan dengan situs jejaring sosial kayak gitu. Sejak 'friendster' lahir, sampe 'my space' ulang tahun, and 'tagged' udah remaja... saya sudah pernah menikmatinya. Dan saya punya prasangka yg sama dengan Fb, bahwa endingnya akan sama. Saya pernah sangat puas ikut social networking kayak gitu, saya dulu kan sempet part time jadi OP warnet n lumayan lama juga n...tiap hari ngadepin nyang begituan...jadi jenuh deh. Meskipun begitu banyak orang memahamkan saya (nggak banyak juga sih, paling2 kakak2 saya yang di luar Jogja yang ngotot nyuruh saya bikin Fb) bilang kalo Fb itu beda, lebih simple, banyak manfaatnya dan de el el, kayak yg dibilangin di sini, saya tetep aja berprasangka kayak gitu. Not to mention juga saya merasa jejaring kayak gitu bikin waktu kita tersedot banyak, mending buat baca buku (weits), nambah hafalan (weits, weits..), atau ibadah2 lainnya (weits, weits, weits....100x). Saya lebih seneng langsung ketemuan aja deh, ngobrol langsung. Not to mention juga katanya Fb itu gini. Sedikit banyak bikin saya agak ilfil jugaa...walopun itu bukan alasan utama siihh

Jadi, kesimpulannya,


LANJUTKAN!!!!

*diiringi dengan lemparan sandal JK dan Megawati*