Sepertinya kali ini aku benar2 memutuskan untuk tidak memilihnya, dan tidak terlalu banyak berharap padanya.
Entahlah, apakah untuk berbuat kebaikan kita memerlukan alasan? Apa dunia ini hanya dipenuhi motif-motif tersembunyi... Betapa hidup kita penuh dengan tabir-tabir yang memberi topeng segala pilihan sikap kita dalam hidup. Betapa melelahkannya jika kita hidup dengan motif-motif tertentu saja.. bisakah kita berbuat baik karena kita manusia. Manusia yang punya rasa. Dan peka pada sesama. Bukan karena dukungan dan isu tertentu. Bukan semata pemenuhan kepuasaan kita pada diri sendiri karena merasa telah berbuat sesuatu.
Terkadang sya merasa seperti ingin menelan ludah setiap berhadapan dengan kebaikan-kebaikan yang sudah ditumbuhi oleh jamur-jamur itu.
Saya jadi teringat sebuah frame perkataan Soe Hok Gie:”..tapi sekarang aku berpikir sampai dimana seseorang masih tetap wajar, walau ia sendiri tidak mendapatkan apa-apa. Seseorang dapat berbuat sesuatu, katakanlah ide-ide, agama, politik, atau pacarnya. Tapi dapatkah ia berkorban buat tidak apa-apa?”
Ada kalanya kita perlu menilik ulang ‘kebaikan-kebaikan’ kita. Adakah itu bening seperti embun di tiap pagi hidup kita.. ataukah ia keruh, kotor layaknya sungai-sungai di Jakarta.
Rasanya akan segar sekali nafas ini.. akan sangat ringan tangan ini.. jika semuanya kita lakukan karena kita ingin..karena kita peka..karena kita peduli.. bukan karena kita di minta berbuat baik.
Namun tidak ada salahnya toh kita diminta dulu baru berbuat baik. Karena setidaknya kita mau diajak pada kebaikan. Esensinya sama: sebuah kebaikan. Tapi mungkin rasa yang sampai akan berbeda. Dan saya pikir, kebaikan dengan campuran rasa yang tepat.. akan memberi efek yang berbeda pada siapa saja. Akan menjadi motor penggerak dengan kekuatan yang jauh berbeda. Dan akan membekas hingga tak mampu kita kira.
Lalu..kebaikan dan rasa seperti apa yang sudah engkau bagi hari ini husni....?