Minggu, 26 April 2009

PERSONA

According to Jung theory, persona is one side of your personality which observably by any one else, or this term could be easily called as “a mask”. Jung also believe that persona, something that indispensable. For example: some politician need persona as their daily need in order to get a good impression in society or some doctors need it to make their patient going to be better. Imagine if our doctors always put n show their somber mood as they have faced thousand grievances from their patient in one day. Even as psycholog and also artist, we definitely need it somehow. Did you got it?

But I somewhat disagree with those reasons. As a muslim I know something called “ikhlas”. It could be the highest level- in my own thought- in facing tasks, problem, help others, n stuff. It's not because of persona. It is because of IKHLAS. I admitt that generally it is not that easy to reach IKHLAS, right? But...before we go too far, this passage will not peel that thing.* hehe


For some times- kalau tidak bisa dibilang OFTEN- saya sering sekali memikirkan ini. Apa yang kita lakukan kalau kita diminta bercerita tentang teman baik kita? Or lebih spesifik lagi----->seorang sahabat? Well, firstly pastilah terbayang wajah sohib kita... dan muncullah serentetan kata-kata manis tentang sohib kita itu. Misalnya, dia enak diajak maen...., mau dengerin curhat kita, ngerti kesukaan kita, dia baik, pengertian and la..la..la... la.. eng ing eng. Semua yang baik-baik kita katakan untuk mendeskripsikan sohib kita itu. Tapi......I'm idle curiosity.....

Do those words genuine from our heart? Or....It just persona??? because friend suppose to be like that? Which one is true?


Lets imagine. Si A punya sahabat si B. They are truly alter ego. Kemana-mana bareng, makan bareng, belajar bareng, ke mall bareng, sholat juga bareng.. yah pokoknya kayak gitu deh. Nah, someday, the situation has changed. Si A berubah entah karena pengaruh lingkungan, ajaran baru, atau merely karena kesadarannya akan hidup, merubah kepribadiannya. Jadi lebih kalem, gak sering ngocol, gak nerocos sana sini, mulai milih-milih tempet main, lebih sering utek2 di perpus, masjid or rumah.. and yah. Explicitly, somewhat semi introvert lah. Dan karenanya si B jadi menjauh....jauh.. n jauh. Jadi gak sering jalan bareng, jarang sms an lagi, n bla, bla, bla....


SO?


Yang membuat saya sering berpikir adalah: dengan siapakah kita bersahabat? Apakah dengan DIRI teman kita itu, atau dengan KARAKTER nya?Well, t is indeed justifiable if you make friends with certain people because you are compatible with their characteristic. It is indeed true. But tidak bisakah kita menerima seseorang lebih dari sekedar karakter mereka??? Bisakah kita juga menghargai kekurangan, kelebihan, keanehan, even so called perubahan drastis yang mungkin terjadi pada diri “teman kita”? Adakah pertemanan yang tanpa persona????


And yes. ADA.


Alhamdulillah aku bertemu dengan mereka ^.^

2 komentar:

megaaisyah mengatakan...

well...
i cannot comment a lot about this topic...
however, my family is best friend...
:P

Anonim mengatakan...

Seorang teman hanya titipan juga....alhamdulillah aku dititipi orang-orang yang mngjarkan banyak hal...so sweet...^_^